Manggar | Belitung Timur | Bangka Belitung | BajambaNews.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Hebohnya dua provinsi di Pulau Sumatera Indonesia berebut 4 [Empat] Pulau yang ada diperbatasan mereka, keempat pulau yang dimaksud itu meliputi Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan dan Pulau Panjang.
Menurut Rajo Ameh panggilan akrab dari Alizar Tanjung B.Sc Mi St. Rajo Ameh yang juga Alumni Sekolah Tinggi Teknologi Industri [STTI] Aprin Palembang itu mengatakan sengketa seperti itu bisa saja terjadi dimana saja termasuk antar negara, namun ada beberapa solusi yang bisa dijadikan dasar langkah awal untuk menyelesaikan sengketa tersebut,” ujar pria berdarah piaman ini.
Faktor-Faktor Penentu Status Kepemilikan Pulau dan Solusinya
Pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan antarprovinsi di Indonesia kerap menjadi sumber sengketa administratif. Beberapa contoh nyata terjadi pada Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang berada di perairan Selat Malaka dan menjadi objek perselisihan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Untuk memahami status kepemilikan pulau-pulau tersebut, perlu dianalisis beberapa faktor utama serta solusi yang dapat diambil.
Faktor-Faktor Penentu Status Kepemilikan Pulau
- Letak Geografis dan Administratif Resmi Pulau dinyatakan milik suatu provinsi atau kabupaten/kota apabila secara geografis berada dalam batas administrasi wilayah tersebut. Informasi ini dapat ditemukan pada peta resmi pemerintah seperti peta dari Badan Informasi Geospasial (BIG) atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
- Penetapan Batas Wilayah oleh Pemerintah Batas-batas administratif provinsi atau kabupaten ditentukan melalui regulasi seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Keputusan Menteri. Penegasan batas ini diperkuat oleh Permendagri No. 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.
- Pemetaan Resmi dan Data Geospasial Penetapan batas wilayah termasuk status pulau sangat bergantung pada pemetaan dan koordinat geospasial resmi. Data dari BIG atau hasil pemetaan digital menjadi dasar utama dalam menentukan wilayah hukum suatu pulau.
- Pengelolaan dan Pelayanan Publik Siapa yang aktif menyediakan layanan publik (pendidikan, kesehatan, keamanan) serta membangun dan mengelola fasilitas di pulau tersebut menjadi penentu penting. Daerah yang menjalankan fungsi pemerintahan di wilayah tersebut memiliki legitimasi administratif yang kuat.
- Catatan Historis dan Hukum Sejarah penggunaan pulau, dokumen administrasi masa lalu, serta pengakuan adat bisa menjadi bukti pendukung kepemilikan suatu wilayah. Hal ini mencakup dokumen kolonial, arsip desa, dan sejarah migrasi masyarakat.
- Pengakuan Sosial dan Aktivitas Ekonomi Kegiatan masyarakat di pulau, seperti nelayan yang menggunakan wilayah tersebut, dan kependudukan penduduk menjadi faktor penentu klaim administratif yang sah. Hal ini juga termasuk dalam basis data kependudukan dan pencatatan pajak daerah.
Sengketa Pulau antara Aceh dan Sumatera Utara
Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang berada di perairan Selat Malaka, dekat perbatasan antara Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi Aceh) dan Kabupaten Langkat (Provinsi Sumatera Utara).
Sengketa terjadi karena tidak sinkronnya peta batas wilayah laut dan belum adanya penegasan batas definitif oleh pemerintah pusat. Akibatnya, klaim atas pulau-pulau tersebut saling tumpang tindih.
Solusi Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Pulau
- Penegasan Batas Wilayah Laut Antarprovinsi Pemerintah pusat harus segera memfasilitasi proses penegasan batas laut antarprovinsi sesuai dengan Permendagri No. 141 Tahun 2017, menggunakan data koordinat geospasial dari BIG.
- Musyawarah dan Mediasi Antar Daerah Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara perlu melaksanakan musyawarah yang difasilitasi oleh Kemendagri untuk menyepakati batas wilayah secara adil dan legal.
- Pemetaan Ulang dan Verifikasi Lapangan Melibatkan BIG, Kemendagri, dan pemerintah daerah dalam proses pengukuran ulang dan verifikasi batas pulau dengan teknologi geospasial dan survei lapangan.
- Penerbitan Keputusan Menteri atau Presiden Bila musyawarah gagal mencapai kesepakatan, pemerintah pusat dapat menerbitkan Keputusan Menteri atau Keputusan Presiden yang bersifat mengikat secara hukum.
- Pelibatan Masyarakat Lokal Masyarakat yang tinggal atau menggantungkan hidup di pulau-pulau tersebut harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk memastikan keadilan sosial dan menghindari konflik horizontal.
Pendekatan & Musyawarah
Penetapan status kepemilikan pulau membutuhkan pendekatan legal, teknis, dan sosial secara bersamaan. Sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara atas sejumlah pulau menunjukkan pentingnya koordinasi antarlembaga dan komitmen untuk mengutamakan kepentingan masyarakat serta integritas wilayah negara.
Dengan menerapkan prinsip musyawarah dan penegakan hukum berbasis data spasial, sengketa semacam ini dapat diselesaikan secara adil dan permanen.
Dikutip dari beberapa informasi, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali mengatakan Kemendagri akan membuka opsi untuk mempertemukan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk menyelesaikan persoalan status kewilayahan empat pulau di wilayah Tapanuli Tengah.
“Terbuka sekali kemungkinan gubernur difasilitasi oleh Kemenko (Polkam) dan Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) untuk bertemu dengan kedua gubernur dan Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi untuk memperoleh penjelasan,” kata Safrizal di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu.
Safrizal belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut soal kapan pertemuan tersebut akan dilaksanakan. Dirinya mengaku telah memberikan kronologi lengkap soal kepemilikan pulau tersebut pada Mendagri.
“Jadi, kapan? Tunggu kami laporkan, kemarin pihak Kemenko Polkam sudah melaporkan kepada Pak Menko, saya melaporkan kepada Pak Mendagri, kita tunggu nanti waktunya,” ujarnya.
Safrizal mengatakan polemik status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada 2008, saat itu Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.
“Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal

Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 pulau.
Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Lampiran tersebut juga menyertakan perubahan koordinat untuk keempat pulau tersebut.
“Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya.
Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.
“Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Syafrizal.
Pada 2009, hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau tersebut di atas.
Dari hasil konfirmasi kepada Gubernur Aceh beserta hasil konfirmasi Gubernur Sumatera Utara saat itu beserta hasil pelaporan pada PBB tahun 2012 dan pemerintah pusat kemudian menetapkan status empat pulau menjadi wilayah Sumatera Utara.
Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang saat ini menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten. | BajambaNews.Com | ANT | *** |
1 Comment
semoga bisa diselesaikan