Disariulangkan Oleh ; Rajo Ameh CEO ArtaSariMediaGroup & JSCgroupmedia | Salahsatu Wartawan Senior Profesional di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung | Alumni Wartawan Babelpos/Jawapos Group
BajambaNews.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Ditengah arus globalisasi yang terus menggerus nilai-nilai tradisional, masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat tetap teguh memegang prinsip-prinsip adat yang diwariskan oleh leluhur mereka. Salah satu prinsip yang menjadi pilar dalam kehidupan sosial dan pemerintahan adat Minangkabau adalah Tungku Tigo Sajarangan.Â
Sistem pemerintahan adat ini tidak hanya menjadi simbol kebersamaan, tetapi juga cerminan dari harmoni yang terjalin antara adat, agama, dan intelektualitas. Tungku Tigo Sajarangan, dalam bahasa Minangkabau, berarti “tiga tungku dalam satu tempat”.
Ibarat sebuah tungku yang memiliki tiga kaki penyangga, filosofi ini menggambarkan keterpaduan antara tiga elemen utama pemimpin dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Elemen tersebut yaitu Niniak Mamak (pemimpin adat), Alim Ulama (pemimpin agama), dan Cadiak Pandai (cendekiawan).
Masing-masing elemen ini memegang peran krusial dalam menjaga keseimbangan sosial dan menjalankan roda pemerintahan adat. Dalam sistem ini, Niniak Mamak bertugas menjaga dan mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan hukum adat yang diwariskan secara turun-temurun.
Mereka merupakan penopang utama yang memastikan adat istiadat tetap terjaga dan dihormati dalam tatanan masyarakat. Kemudian Alim Ulama, di sisi lain, berperan sebagai penjaga moral dan spiritual masyarakat, memastikan bahwa segala sesuatu berjalan sesuai dengan ajaran Islam, yang dianut mayoritas masyarakat Minangkabau.
Sementara itu, Cadiak Pandai adalah kaum intelektual yang menjadi penengah, memberikan perspektif rasional, serta membantu masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri. Dalam keseharian masyarakat Minangkabau, konsep Tungku Tigo Sajarangan tercermin dalam berbagai aspek kehidupan.
Musyawarah, sebagai salah satu metode utama dalam pengambilan keputusan, menjadi cerminan nyata dari filosofi ini. Setiap keputusan penting, baik itu terkait masalah keluarga, suku, maupun nagari (desa), selalu didasarkan pada kesepakatan bersama antara Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai.
Selain itu, dalam pelaksanaan acara adat seperti pernikahan, pengangkatan penghulu, dan upacara adat lainnya, ketiga elemen ini selalu dilibatkan. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tetap berlandaskan pada adat, agama, dan logika yang sehat.
Meski sudah berabad-abad menjadi dasar bagi kehidupan masyarakat Minangkabau, sistem Tungku Tigo Sajarangan kini dihadapkan pada tantangan besar. Modernisasi dan globalisasi membawa pengaruh yang kuat, yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai tradisional.
Banyak generasi muda yang lebih tertarik dengan budaya luar. Situasi ini dapat mengancam keberlangsungan sistem pemerintahan adat ini.
Namun, keunikan dan kekuatan dari Tungku Tigo Sajarangan justru terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi tanpa kehilangan esensinya. Saat ini, berbagai inisiatif dilakukan untuk memperkenalkan dan mengajarkan kembali filosofi ini kepada generasi muda, baik melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan.
Tungku Tigo Sajarangan bukan hanya milik masyarakat Minangkabau, tetapi merupakan warisan budaya yang relevan untuk dipelajari oleh siapa saja. Sistem ini mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan, di mana adat, agama, dan pengetahuan saling mendukung untuk menciptakan harmoni dan stabilitas sosial.
Di tengah dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan konflik, prinsip-prinsip dari Tungku Tigo Sajarangan dapat menjadi inspirasi untuk mencari jalan tengah dan solusi yang adil. Filosofi ini mengingatkan pada masyarakat bahwa perbedaan bukanlah halangan, melainkan kekuatan yang harus dihargai dan dipadukan demi terciptanya kedamaian.
Menjaga kelestarian sistem Tungku Tigo Sajarangan adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya bagi masyarakat Minangkabau, tetapi juga bagi siapa saja yang menghargai pentingnya harmoni, kebersamaan, dan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem ini bukan sekadar warisan budaya, tetapi sebuah panduan hidup yang tetap relevan di tengah tantangan zaman.
Disariulangkan Oleh ; Rajo Ameh CEO ArtaSariMediaGroup & JSCgroupmedia | Salahsatu Wartawan Senior Profesional di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung | Alumni Wartawan Babelpos/Jawapos Group

1 Comment
semoga menambah pemahaman kita