BajambaNews.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Puluhan warga Kota Jakarta menggeruduk kantor Balai Kota DKI Jakarta pada Senin, 13 Oktober 2025, dalam aksi protes yang penuh gairah.
Mereka mendesak Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk memecat Sekretaris Lurah Petojo Selatan, Febriwaldi, yang belakangan ini menjadi sorotan publik akibat gaya hidup mewah yang ditampilkan secara terang-terangan di media sosial.
Aksi yang digalang oleh Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) ini dilanjutkan dengan gerakan menuju kantor Lurah Petojo Selatan di Jalan Petojo Melintang.
Massa membawa tuntutan yang sangat jelas: bukan sekadar pencopotan Febriwaldi dari jabatannya, tetapi juga penyelidikan lebih mendalam oleh Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov DKI Jakarta mengenai sumber dana di balik gaya hidup hedon yang dipamerkan oleh Sekretaris Lurah tersebut.
Flexing Gaya Hidup Mewah : Dari Mana Uangnya?
“Gaya hidup mewah itu butuh modal besar. Apa iya Sekretaris Lurah bisa hidup seperti itu hanya dengan penghasilan dari jabatannya?” ujar Cak Ta’in Komari, koordinator aksi, dalam orasinya di depan Balai Kota.
“Meski sekkel itu sudah dicopot, kami minta pemeriksaan lebih dalam. Jangan sampai ada penyalahgunaan jabatan,” lanjutnya.
Bukan hanya soal pameran kehidupan pribadi di media sosial, Cak Ta’in menekankan bahwa yang lebih penting adalah asal-usul uang yang digunakan Febriwaldi untuk memamerkan sepeda mahal, motor gede, hingga mobil mewah, yang tidak tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) terakhir yang diserahkan kepada pemerintah.
“Laporan kekayaannya tidak mencatatkan barang-barang tersebut. Dari mana uangnya? Jangan sampai ini semua hasil dari gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya, menambahkan bahwa Inspektorat dan BKD DKI Jakarta perlu mengusut lebih jauh dugaan adanya ketidaksesuaian antara pendapatan normatif dan gaya hidup yang ditampilkan.
Dugaan Penelantaran Keluarga : Bentuk Ketidakwajaran Lainnya
Selain itu, Cak Ta’in juga mengungkapkan keprihatinannya terkait dugaan penelantaran anak oleh Febriwaldi, meskipun yang bersangkutan mampu memamerkan gaya hidup mewah, termasuk pelesiran ke luar negeri. “Ini juga yang perlu diperiksa.
Kalau benar ada penelantaran terhadap keluarga, ini menunjukkan ketidakwajaran dari segi moral, selain profesionalitas,” lanjut Cak Ta’in. Menurutnya, perilaku seperti ini tidak hanya merugikan keluarga, tetapi juga menodai integritas seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Gerakan ini semakin menguatkan seruan kepada semua ASN di seluruh Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan pribadi mereka, khususnya yang berhubungan dengan gaya hidup mewah yang jauh di atas pendapatan resmi.
“Ini bukan hanya soal DKI Jakarta, tetapi bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh ASN di Indonesia. Kita harus lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap sumber penghasilan kita,” tambahnya.
Langkah Lanjut : Laporan ke KPK
Tidak berhenti di kantor Balai Kota dan Lurah, gerakan ini berlanjut dengan laporan langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari berikutnya, 14 Oktober 2025. Cak Ta’in dan Kodat86 menuntut agar KPK menyelidiki dugaan gratifikasi yang mungkin melibatkan Sekretaris Lurah Petojo Selatan tersebut.
“Memang benar, jika hidup mewah sesuai kemampuan, tidak ada masalah. Namun, jika dipaksakan atau mencurigakan, tentu ada sesuatu yang tidak beres,” ujar Cak Ta’in saat ditemui di gedung KPK.
“Sekretaris Lurah dengan gaji yang terbatas tidak mungkin bisa membeli sepeda mahal, motor gede, atau mobil mewah tanpa sumber dana yang jelas,” lanjutnya, menegaskan pentingnya KPK untuk menelusuri lebih lanjut.
Cak Ta’in juga menekankan bahwa meskipun posisi Febriwaldi hanya seorang Sekretaris Lurah, tidak ada alasan untuk meremehkan potensi penyalahgunaan wewenang, apalagi jika dilihat dari gaya hidup yang ditunjukkan.
“Jika seorang Sekretaris Lurah saja bisa hidup mewah, bagaimana dengan pejabat yang lebih tinggi? Kepala Dinas, Walikota, atau bahkan Gubernur? Kita harus tahu dari mana asal usul kekayaan mereka,” tegas Cak Ta’in.
Membongkar Sistem yang Mengakar : Penegakan Hukum yang Adil
Bagi Cak Ta’in, ini bukan hanya soal satu individu yang bergaya hidup mewah, tetapi juga soal bagaimana sistem yang mengakar di tubuh pemerintahan bisa memberikan peluang bagi ASN untuk menyalahgunakan kekuasaan dan jabatan mereka.
Laporan ke KPK ini menjadi langkah penting untuk mengungkap potensi penyalahgunaan yang lebih luas di kalangan pejabat publik.
“Kasus ini harus diperiksa hingga tuntas. Kami ingin ada kejelasan soal sumber kekayaan Febriwaldi. Jangan sampai ini berakhir begitu saja hanya karena posisinya dianggap rendah.
Kalau terbukti ada pelanggaran, kami harap Febriwaldi mendapat sanksi yang tegas, bahkan dipecat jika perlu,” tegas Cak Ta’in.
Ia juga menambahkan bahwa pembongkaran terhadap kehidupan mewah ASN seharusnya tidak hanya berhenti pada pemeriksaan individu, tetapi juga mencakup reformasi yang lebih luas, seperti penegakan RUU Perampasan Aset yang akan memberi efek jera bagi pelaku korupsi.
“Orang tidak takut dipenjara karena korupsi, sebab setelah keluar masih bisa menikmati hasilnya. Tapi kalau asetnya dirampas, disita, dan dia dipaksa untuk hidup miskin, itu baru akan membuat mereka takut untuk berbuat salah lagi,” pungkasnya.
Dengan laporan ini, masyarakat berharap bahwa penegakan hukum dan etika di kalangan ASN bisa lebih tegas dan transparan, untuk mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan.
Ke depan, gerakan ini diharapkan bisa mendorong perubahan yang lebih besar dalam integritas pemerintahan di Indonesia, dengan menuntut agar setiap pejabat publik menjalani hidup sesuai dengan aturan dan tanggung jawab yang diamanahkan kepada mereka. | BajambaNews.Com | */Redaksi | *** |
 
		
1 Comment
oke